Ethnical Governance

Governance System

Istilah system pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti system secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembagan egara dalam melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Menurut Moh. Mahfud MD, adalah pemerintah Negara bagian system dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan antara tiga cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD, 2001: 74). Dengan demikian, dapat disimpulkan system adalah system pemerintahan Negara dan administrasi hubungan antara lembaga Negara dalam rangka administrasi negara.

Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi :

  • Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
  • Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
  • Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
  • Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

Budaya Etika

Budaya menjelaskan cara kolektif hidup, atau cara melakukan sesuatu. Ini adalah jumlah sikap, nilai-nilai, tujuan, dan praktek bersama oleh individu dalam kelompok, organisasi, atau masyarakat. Budaya bervariasi selama periode waktu, antara negara dan wilayah geografis, dan di antara kelompok-kelompok dan organisasi. Budaya mencerminkan keyakinan moral dan etika dan standar yang berbicara kepada bagaimana orang harus bersikap dan berinteraksi dengan orang lain.

Norma-norma budaya bersama, sanksi, dan sistem kepercayaan dan praktek yang turun-temurun dan ciri kelompok budaya yang terintegrasi. Norma menumbuhkan pedoman yang dapat diandalkan untuk hidup sehari-hari dan memberikan kontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan budaya. Mereka bertindak sebagai resep untuk perilaku yang benar dan moral, meminjamkan makna dan koherensi hidup, dan menyediakan sarana untuk mencapai rasa integritas, keamanan, dan milik. Keyakinan normatif, bersama dengan nilai-nilai budaya yang terkait dan ritual, memaksakan rasa ketertiban dan kontrol pada aspek kehidupan yang mungkin tampak kacau atau tak terduga.

Di sinilah budaya bersimpangan dengan etika. Karena interpretasi apa yang moral dipengaruhi oleh norma-norma budaya, ada kemungkinan bahwa apa yang etis untuk satu kelompok tidak akan dipertimbangkan sehingga oleh seseorang yang tinggal di budaya yang berbeda.

Menurut relativisme budaya ini berarti bahwa tidak ada kebenaran tunggal yang menjadi dasar perilaku etis atau moral bagi semua waktu dan ruang geografis, sebagai interpretasi kami kebenaran dipengaruhi oleh budaya kita sendiri. Pendekatan ini berbeda dengan universalisme, yang memegang posisi bahwa nilai-nilai moral yang sama untuk semua orang. Relativisme budaya menganggap hal ini menjadi pandangan etnosentris, sebagai himpunan universal nilai-nilai yang diusulkan oleh universalis didasarkan pada set mereka nilai. Relativisme budaya juga dianggap lebih toleran dari universalisme karena, jika tidak ada dasar untuk membuat penilaian moral antara budaya, maka budaya harus toleran satu sama lain.

MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI

Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yangingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.

Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada.

Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

 

KODE PERILAKU KORPORASI (Corporate Code of Conduct)

Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.

Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.

Di dalam Perilaku korporatif, peran pemimpin sangat penting antara lain :

  • First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja
  • Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara konsisten dan konsekuen
  • Role Model, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan budaya kerja
  • Pencetus dan pengelola strategi, dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.

 

EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI

Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Pembentukan Dewan Kehormatan (terdiri dari unsur Dewan Komisaris, Direksi, Karyawan yang ditunjuk, dan Serikat Pekerja) dna mekanisme kerjanya diatur dalam Surat Keputusan Direksi. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi sangat perlu dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapa kesalahan. Apabila perusahaan menemukan adanya pelanggaran Code of Conduct maka tahap pelaporannya adalah :

Setiap individu wajib melaporkan setiap pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.

Dewan Kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran pedoman perilaku perusahaandan melaporkannya kepada Direksi dengan bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan

Dewan Kehormatan wajib memberikan pelindungan terhadap pelapor

Contoh Kasus :

September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.

Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.

Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.

Analisis : Dalam kasus KPMG sudah melanggar prinsip integritas karena tidak memenuhi tanggung jawab profesionalnya sebagai Kantor Akuntan Publik sehingga kemungkinkan KPMG kehilangan kepercayaan dari publik. KPMG juga telah melanggar prinsip objektivitas karena telah memihak kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.

 

REFERENSI :

http://milasari0.blogspot.co.id/2013/10/ethical-governance.html

http://camilla-zahra.blogspot.co.id/2014/10/etichal-governance.html

http://emidiawati.blogspot.co.id/2014_10_01_archive.html

http://yonayoa.blogspot.co.id/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html

http://www.sridianti.com/perbedaan-budaya-dan-etika.html

 

Prilaku Etika dalam Bisnis

Lingkungan bisnis yang mempengaruhi Perilaku Etika

Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.

Budaya Organisasi

Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.

Ekonomi Lokal

Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.

Reputasi Perusahaan dalam Komunitas

Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.

Persaingan di Industri

Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.

  1. Kesaling – tergantungan antara bisnis dan masyarakat

Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung.

Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.

Negara telah dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.

Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.

Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka.

Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman, meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab.

Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak aman memperparah perekonomian Indonesia. Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar.

  1. Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika

Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.

  1. Perkembangan dalam etika bisnis

Di akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.

Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992.

Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.

  1. Etika bisnis dan Akuntan

Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.

Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.

Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.

Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu

  1. Sistematik

Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.

  1. Korporasi

Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.

  1. Individu

Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.

Sumber

http://enomutzz.wordpress.com/2011/11/03/perilaku-etika-dlam-bisnis/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis

http://vegaaugesriana02.blogspot.co.id/2012/10/bab-2-perilaku-etika-dalam-bisnis.htm

 

ETIKA SEBAGAI TINJAUAN

PENGERTIAN ETIKA

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :

  • O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
  • Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
  • H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

Pengertian Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:

Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

 

PENGERTIAN PROFESI

Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”.  Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan.

PROFESIONALISME

Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri-ciri profesionalisme:

Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi

Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan

Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya

Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya

 

CIRI KHAS PROFESI

Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:

  1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
  2. Suatu teknik intelektual
  3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
  4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
  5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
  6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
  7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
  8. Pengakuan sebagai profesi
  9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
  10. Hubungan yang erat dengan profesi lain

 

TUJUAN ETIKA PROFESI

Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak sama.

Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:

  • Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
  • Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
  • Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
  • Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
  • Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
  • Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.

 

PRINSIP-PRINSIP ETIKA

Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.

  • Prinsip Keindahan

Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.

  • Prinsip Persamaan

Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.

  • Prinsip Kebaikan

Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.

  • Prinsip Keadilan

kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.

Egoism

Egoism merupakan suatu bentuk ketidak adilan kepada orang lain. Inti dari pandangan egoism adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi untuk memajukan dirinya sendiri. Hal seperti ini juga dapat dijadikan satu – satu tujuan dari tindakan moral setiap manusia. Egoism ini baru menjadi persoalan serius ketika seseorang cenderung menjadi hedoistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata – mata sebagai kenikmatan fisik yang bersifat vulgar.

Fokus dari teori ini adalah One should always act in one’s own best interest. Self interest berbeda arti dengan selfishness karena memenuhi kepentingan pribadi ( self interest ) merupakan sesuatu yang baik, sedangkan selfishness terjadi ketika pemenuhan kepentingan pribadi merugikan pihak lain.

Egoism tidak cocok dengan kegiatan manusia sebagai mekhluk sosial. Egoism tidak mampu memecahkan masalah ketika perselisihan muncul.

Sumber :

amutiara.staff.gunadarma.ac.id/PENGERTIAN+ETIKA.doc

http://alifahmiyahoo.blogspot.com/2012/10/tugas-minggu-1-softskill-etika-profesi.html#!/2012/10/tugas-minggu-1-softskill-etika-profesi.html

http://yulileaeysn.blogspot.com/2012/10/bab-1-pendahuluan-dan-etika-sebagai.html